Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..
Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan menjalankan semua perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah Swt atas segala nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada kita semua. Termasuk nikmat kemerdekaan.
Kemerdekaan adalah nikmat yang
sangat besar yang diberikan Allah kepada Negara kita. Karena dengan adanya
kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara segar sampai saat ini. Andaikan belum
merdeka, entah apakah kita masih hidup atau sudah mati terkena lemparan granat
atau tembakan para penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa beribadah dengan
tenang dengan khusyuk tanpa rasa khawatir akan adanya bombardier pesawat
penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama dengan keluarga,
dengan istri ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang
luar biasa yang diberikan Allah kepada Negara kita. Bukan pemberian Belanda
atau pun Jepang.
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٦٩
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-‘Ankabūt: 69)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba Allah yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari semangat kemerdekaan hakiki. Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan mengenang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Mengenang adalah terlena dengan romantisme sejarah, sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.
لئن شكرتم لأزيدنكم
“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.” (Qs. Al-Hijr: 7)
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah..
Lalu bagaimana kita mengisi kemerdekaan yang telah diberikan Allah kepada kita semua?
Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:
بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم
وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Hadirin jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Kemerdekaan Indonesia telah berumur
69 tahun, tentu ini bukan umur yang muda. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan
yang diraih dari penjajahan Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh
Jepang dahulu, kini hanyalah dikenang, bukan disyukuri oleh mayoritas anak
bangsa.
Terbukti hari ini kita lihat, banyak
masyarakat, khususnya kaum muda yang memaknai kemerdekaan hanya sebatas
penciptaan suasana ramai, meriah, dan gebyar dengan hura-hura dan foya-foya.
Sebaliknya, semangat juang yang terkandung di dalamnya nyaris terlupakan.
Hari
kemerdekaan Indonesia ke-69 menarik untuk kita renungkan. Sebuah kemerdekaan
tidak mungkin diraih tanpa adanya kemenangan, kemenangan mustahil didapat tanpa
adanya perjuangan, perjuangan tidak akan berarti tanpa adanya kebersamaan dan
persaudaraan, persaudaraan tidak mungkin tercapai tanpa ketulusan, dan
ketulusan tidak berfaedah tanpa didasari ilmu. Allah berfirman,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٦٩
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-‘Ankabūt: 69)
Islam adalah
agama yang menjunjung tinggi nilai luhur ilmu, ketulusan, kebersamaan,
persaudaraan, perjuangan, kemenangan, dan kemerdekaan. Kemerdekaan dalam Islam
adalah kemerdekaan sejati manusia, kemerdekaan yang membebaskan, yaitu
membebaskan penghambaan manusia kepada manusia, nafsu, dan cinta dunia kepada
penghambaan manusia kepada Allah ta’ala. Oleh karena itu, kemerdekaan sejati
hanya akan didapatkan apabila kita bisa mengimani, mengilmui, mengamalkan,
mendakwahkan, dan sabar dalam memperjuangkan Islam. Allah berfirman,
وَٱلۡعَصۡرِ ١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ
بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
“Demi waktu,
sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman,
mengerjakan kebaikan, dan saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”
(Qs. Al-‘Ashr: 1-3)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kemerdekaan
Indonesia yang begitu susah payah diraih, ternyata hanyalah romantisme sejarah
semata. Karena hari ini kita lihat dan rasakan, 69 tahun hanyalah peralihan
dari satu penjajahan kepada berbagai penjajahan lainnya. Betapa tidak, dahulu
para pahlawan kita hanyalah menghadapai penjajahan militer. Tetapi sekarang,
bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan ekonomi, budaya,
moral, sampai pemikiran. Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar
bahayanya daripada penjajahan militer, karena bahaya yang ditimbulkan jauh
lebih komplek dan berdaya rusak tinggi. Bukan fisik yang dirusak, tetapi pola
pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri (perang pemikiran).
Dalam masalah
ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan ketergantungan
kepada hutang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan ketimuran
bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat. Dalam bidang moral, mulai anak
TK sampai mahasiswa, masyarakat sampai pejabat, tidak jarang kita saksikan
pemandangan biasa dari tradisi tawuran korupsi, pornografi, pornoaksi, bahkan
bangga menjadi lesbi, waria, dan wanita tuna susila. Maka benarlah apa yang
disabdakan Rasulullah saw,
اصبروا فإنه لا يأتي عليكم زمان إلا الذي بعده شر منه حتى تلقوا ربكم
“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian menemui Tuhan kalian.” (HR.Bukhari).
Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan warna keshalehan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia, yang hanya menghambakan kepada Allah ta’ala? Itulah sejatinya tugas manusia sebagai khalifah di bumi, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya dengan aturan Allah.
اصبروا فإنه لا يأتي عليكم زمان إلا الذي بعده شر منه حتى تلقوا ربكم
“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian menemui Tuhan kalian.” (HR.Bukhari).
Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan warna keshalehan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia, yang hanya menghambakan kepada Allah ta’ala? Itulah sejatinya tugas manusia sebagai khalifah di bumi, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya dengan aturan Allah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba Allah yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari semangat kemerdekaan hakiki. Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan mengenang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Mengenang adalah terlena dengan romantisme sejarah, sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.
لئن شكرتم لأزيدنكم
“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.” (Qs. Al-Hijr: 7)
Lalu bagaimana kita mengisi kemerdekaan yang telah diberikan Allah kepada kita semua?
Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:
ٱلَّذِينَ
إِن مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ
وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ
٤١
”(yaitu) orang-orang yang jika kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan.
Ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan ini:
Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan
shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlakul karimah.
Suatu bangsa atau institusi akan
dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Kunci
membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan keta’atan
kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu
mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45.
Shalat juga menjadi barometer sukses
tidaknya seseorang di akhirat kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari
setiap manusia nanti adalah amaliyah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis
semua amalan yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya
buruk, maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Shalat juga
suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan pada umatnya agar
jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar: Ash Shalah… Ash Shalah.
Ayat ini juga menggunakan redaksi
jama’ ”aqamush shalah” yang artinya banyak, yaitu dilaksanakan dengan
berjama’ah di masjid. Makanya ketika Rasulullah saw ditanya oleh salah satu
sahabatnya, amalan apa yang paling dicintai Allah swt? Rasulullah saw menjawab:
”Ash Shaltu ’ala waqtiha, shalat tepat waktu”. HR. Bukhari.
Shalat tepat waktu berjama’ah di
masjid juga menjadi cermin syi’ar dan kekuatan umat Islam.
Dengan pelaksanaan shalat yang
berkualitas seperti ini, maka moral manusia akan terbentuk dengan baik.
Kedua, Iitauz zakah, menunaikan
zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.
Agama Allah tidaklah hanya mengurusi
masalah ruhani dan akhirat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan
kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat
di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah
berzakat.
Zakat, atau mengeluarkan harta yang
kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam
rangka membersihkan pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang
masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam
diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan
dunia. Zakat juga sebagai simbol kepedulian seseorang kepada sesama.
Ketiga, Amar makruf nahi munkar,
jaminan kepastian dan penegakan hukum.
Kecenderungan kekuasaan adalah
mendorong pelakunya untuk menyimpang dan menyalah gunakan jabatan. Banyak
contoh dalam sejarah, fir’aun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan
kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari
masyarakatnya.
Tingkatan amar makruf dan nahi
mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau
tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapapun yang bisa
memberikan nasehat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan
pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.
Dalam konteks jaminan kepastian dan
penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para
sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina.
Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab
kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak
ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu
hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah
putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang
sama dimata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.
Keempat, Mengembalikan urusan kepada
Allah swt semata.
Ketika usaha untuk membangun
moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan
kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar
makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan
urusan kehidupan kepada kehendak Allah swt. Karena Dia-lah yang akan mengatur
urusan seluruh manusia. Dan Allah swt pasti menepati janji-Nya, yaitu akan
menolong orang yang mengikuti kehendak-Nya. Allah swt berfirman:
”Dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” QS. Ali
Imran : 159.
Disini, manusia tidak perlu
menyombongkan diri karena kecerdasan, kecanggihan perlengkapan atau bahkan
banyaknya pendukung. Merasa semua bisa diatur, tanpa menyertakan Allah swt.
Manusia tidaklah apa-apa tanpa
lindungan Allah swt. Buktinya, sampai sekarang kasus Lapindo belum
terselesaikan, bola beton itu pun tidak bisa menyumbat keluarnya lumpur yang
kian deras. Gempa bumi, banjir, longsor dan lain sebagainya yang bersal dari
kehendak Allah swt, manusia tidak bisa menghindarinya.
Sungguh, manusia kecil tiada berarti
jika dibandingkan dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu segala persoalan
sudah seharusnya disandarkan pada Allah swt.
69 tahun Indonesia merdeka tidaklah
waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia. Namun kemerdekaan hakiki
bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan tidak sekedar
perayaan serimonial saja, tidak sekedar semarak warna-warni bendera dan
umbul-umbul, juga tidak sekedar aneka lomba yang tidak mendidik.
Oleh karena itu, kita harus tetap
mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
apa yang telah Allah syari’atkan dan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum
pernah berhenti. Karena kita telah keluar dari penjajah satu, kita akan
menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir
penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
.
Hadirin Jamaah
Jum’ah yang berbahagia
Kiranya cukup
sekian yang bisa kami sampaikan semoga kita diberi kekuatan oleh Allah untuk
mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya.
بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم
وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم