Kamis, 14 Januari 2016


Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan apa yang diperintah dan meninggalkan segala larangan-larangan. Tak lupa kita harus senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala kenikmatan yang telah diberikan kepada kita. Utamanya Kenikmatan yang berupa rezeki atau rejeki.

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah
Allah adalah Dzat Maha Pemberi Rezeki dan rezeki kita telah dijamin dan ditentukan Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا
Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”

Sebelum kita lahir di dunia ini rezeki kita telah ditentukan oleh Allah. Tidak hanya rezeki, tapi ajal kita, amalan kita sudah ditentukan oleh Allah ketika malaikat meniupkan ruh ke dalam rahim. Juga hidup kita didunia ini semua telah ditentukan oleh Allah. Bukan kita yang menentukan. Allah yang menentukan kita hanya menerima dan berikhtiar.

نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَيۡنَهُم مَّعِيشَتَهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَرَفَعۡنَا بَعۡضَهُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٖ دَرَجَٰتٖ لِّيَتَّخِذَ بَعۡضُهُم بَعۡضٗا سُخۡرِيّٗاۗ وَرَحۡمَتُ رَبِّكَ خَيۡرٞ مِّمَّا يَجۡمَعُونَ ٣٢
Artinya: “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

Andaikata manusia bisa menentukan penghidupannya tentulah manusia menginginkan hal-hal yang baik atau yang indah. Manusia pasti ingin punya wajah yang ganteng atau cantik. Mempunyai badan yang tinggi dan gagah. Hidup bergelimang kekayaan daripada kemiskinan, dan lain-lain. Oleh karena itu, Allah tidak menjadikan wajah elok, kekayaan, tinggi jabatan sebagai tolok ukur kemuliaan seseorang. Allah mengukur kemuliaan dari amal sholih dan ketaqwaan.

Ma’asyirol Muslimin Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Seorang muslim harus berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah takdir Allah. Jika kita berkeyakinan seperti itu maka kita akan merasakan kebahagiaan hidup di dunia. Merupakan pemahaman yang keliru ketika kita sudah yakin bahwa rezeki sudah ditentukan Allah kemudian kita hanya duduk berpangku tangan tanpa ikhtiar dan usaha, bermalas-malasan. Padahal Allah telah memerintahkan kita untuk bekerja keras tanpa harus melupakan akherat.
Firman Allah

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qoshosh:77)

Jika kita hidup bisa memilih, pasti kita akan memilih hidup bergelimang harta. Akan tetapi sebagaimana yang telah saya sebutkan tadi bahwa hidup kita telah ditentukan Allah. Seberapa banyak atau sedikit harta kita, harus kita terima dengan lapang dada. Bukanlah banyak-sedikitnya harta yang menjadi ukuran kebahagiaan. Namun yang menjadikan kebahagiaan adalah bila harta tersebut diberkahi.

Ma’asyirol Muslimin Jamaah Jum’ah yang berbahagia
Harta yang berkah adalah harta yang mendatangkan kebaikan dan bertambah. Berkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni “bertambah-tambahnya kebaikan”
Harta yang berkah akan membuat pemiliknya selalu tenang. Harta yang berkah tidak selalu harus banyak, tapi selalu ada ketika di butuhkan. Harta yang berkah meskipun sedikit mampu menghidupi dan mencakupi apa saja yang dibutuhkannya. Harta yang berkah tidak saja berkah bagi pemilik harta, tapi juga orang lain bisa ikut merasakannya. Sedikit harta tapi berkah lebih baik daripada banyak harta namun tidak berkah. Bisa saja harta banyak tapi kemudian dirampok. Harta banyak kemudian sakit berkepanjangan sehingga habis untuk berobat. Nauzubillahmin dzalik.

Lantas bagaimana usaha kita agar harta atau rezeki kita diberkahi?
Pertama, agar harta berkah adalah jika harta tersebut didapat dari usaha yang halal.
إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا
“Sesungguhnya Allah Maha baik, dan tidak menerima kecuali yang baik” (HR. Bukhari Muslim).
Hadist ini menjelaskan bahwa harta yang berkah adalah harta yang disenangi Allah. Ia tidak harus banyak. Sedikit tapi berkah lebih baik daripada yang banyak tetapi tidak berkah. Untuk mendapatkan keberkahan harta harus halal. Karena Allah tidak mungkin memberkahi harta yang haram. Mencari rezeki yang halal adalah perintah Allah. Sebagaimana firman-Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqoroh : 172)

Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 100 menjelaskan bahwa tidaklah sama kwalitas antara harta haram dengan harta halal, sekalipun harta yang haram begitu menakjubkan banyaknya. Sekali lagi tidaklah sama antara harta halal dengan harta haram. Harta haram dalam ayat di atas, Allah sebut dengan istilah khabits.

قُل لَّا يَسۡتَوِي ٱلۡخَبِيثُ وَٱلطَّيِّبُ وَلَوۡ أَعۡجَبَكَ كَثۡرَةُ ٱلۡخَبِيثِۚ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠٠
Artinya: “Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan"

Kata khabits menunjukkan sesuatu yang menjijikkan, seperti kotoran atau bangkai yang busuk dan tidak pantas untuk dikonsumsi karena akan merusak tubuh: secara fisik maupun mental. Tidak ada manusia yang mau memakan kotoran dan yang busuk. Sementara harta halal disebut dengan istilah thayyib, artinya baik, menyenangkan dan sangat membantu kesehatan fisik dan mental jika dikonsumsi.

Ma’asyirol Muslimin Jamaah Jum’ah yang berbahagia
Kedua, agar harta berkah selanjutnya adalah mengeluarkan zakatnya (jika mencapai nisab) dan menjadikannya sebagai sarana ibadah. Zakat, infak, sedekah, membantu sesama,
Dalam masyarakat, banyak kita jumpai orang yang hidupnya telah mapan, bahkan kaya raya, tapi tetap saja kikir, pelit, bakhil. Bahkan semakin kaya semakin bakhil, sehingga semakin hari semakin merasa kurang saja. Karena merasa selalu kekurangan, ia pun enggan bersedekah. Padahal, menurut Al-Quran, kalau kita ingin dicukupkan rezeki oleh Allah SWT, haruslah bersedia berbagi. Dan ketahuilah bahwa sifat kikir pelit dan eman untuk menginfaqkan harta adalah bisikan dari syetan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 268.

ٱلشَّيۡطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُكُم بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةٗ مِّنۡهُ وَفَضۡلٗاۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ٢٦٨
Artinya: “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna ayat "Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan", maksudnya: syetan menakut-nakuti kalian dengan kefakiran supaya kalian tetap menggenggam tangan kalian, sehingga tidak menginfakkanya dalam keridhaan Allah.

Menurut Al-Jazairi, ayat "Dan menyuruh kamu berbuat buruk" berarti syetan menyeru kalian untuk mengerjakan perbuatan buruk, di antaranya bakhil dan kikir. Karenanya Allah Ta'ala memperingatkan para hamba-Nya dari syetan dan godaannya, lalu mengabarkan bahwa syetan menjanjikan dengan kefakiran, artinya: menakut-nakuti mereka dengan kemiskinan sehingga mereka tidak mengeluarkan zakat dan shadaqah. Sebaliknya ia menyuruh mereka untuk berbuat buruk sehingga mengeluarkan harta mereka dalam keburukan dan kerusakan, serta bakhil mengeluarkannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umum. Padahal kenyataannya sebaliknya. Harta yang dikeluarkan di jalan Allah akan mendatangkan keberkahan.

Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia

Diakhir khutbah ini saya berpesan. Marilah kita mencari rezeki Allah yang telah Allah sediakan untuk kita dengan cara yang halal agar kita hidup diberikan keberkahan. Amin.

Kamis, 07 Januari 2016



اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله.اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون, اتقو الله حق تقاته ولاتموتن ألا وأنتم مسلمون. وقد قال الله تعالى فى القرأن الكريم وَإِن تَصبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِن عَزمِ ٱلأُمُورِ

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah.

Marilah kita senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT kepada kita yang tiada henti. Mulai dari kita bangun pagi sampai kita tidur lagi nikmat Allah tiada putus. Jika kita mensyukuri nikmat Allah maka akan mudah bagi kita untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. 

Oleh karena itu, mumpung kita masih diberi nikmat Allah yang berupa kesehatan, di siang hari ini marilah kita pergunakan untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan beribadah kepadaNya. Jangan kita menunggu ujian ataupun cobaan dari Allah untuk menjadi hamba yang taat.
Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia

Kita hidup mulai dari akil baligh sampai kita meninggal adalah ujian. Ujian yang nantinya akan dinilai oleh Allah berdasarkan amal. Dengan adanya ujian akan diketahui mana hamba Allah yang baik amalnya. Sebagaimana firman Allah:

تَبَٰرَكَ ٱلَّذِي بِيَدِهِ ٱلۡمُلۡكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ١ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ ٢

Artinya : “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk:1-2)

Seringkali kita menganggap sama antara ujian dan cobaan. Ujian ya cobaan. Cobaan ya ujian. Bukan. Lalu, apakah perbedaan antara ujian dan cobaan?
Ujian adalah suatu masalah yang diberikan kepada kita untuk mengetahui seberapa tinggi kualitas kita. Jika lulus ujian, berarti kualitas meningkat. Sedang cobaan hampir sama dengan ujian, akan tetapi memiliki konotasi yang agak berbeda, jika ujian menjurus pada kenaikan tingkat, maka cobaan hanya mencoba apakah kita bisa bertahan.

Adakalanya kehidupan sebelum baligh pun merupakan ujian. Seperti orang yang terlahir dalam keadaan tidak sempurna. Memiliki cacat fisik maupun mental. Ujian secara fisik ini termasuk kategori fi anfus dalam bahasa Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah:

لَتُبۡلَوُنَّ فِيٓ أَمۡوَٰلِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡ

Artinya: “Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu.” (QS. Ali-Imron:1)

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah

Ujian Allah yang diberikan kepada kita bisa berupa dua hal. Yaitu, ujian yang berbentuk kenikmatan dan ujian yang berbentuk musibah. Namun seringkali kita menyangka bahwa ujian adalah musibah. Sedang kenikmatan bukan ujian. Bagi orang beriman sebenarnya rumus umum tentang ujian adalah bahwa orang yang lebih kuat imannya ia akan mendapat ujian yang lebih berat. Seperti anak SMA akan mendapat soal ujian yang lebih sulit dibanding anak SMP. Begitu juga anak SMP akan mendapat soal ujian yang lebih sulit dari anak SD. Artinya, semakin tinggi keimanan seseorang semakin berat ujiannya.  Rasulullah pernah menjawab pertanyaan Saad bin Abi Waqash mengenai tingkat ujian tersebut.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah)

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah

Kita bisa melihat dalam sejarah, betapa ujian yang dialami para Nabi dan Rasul sangat berat. Begitu juga ujian yang dialami para wali Allah. Jika ujian berat dan kita berhasil melaluinya maka pahala yang besarpun akan kita dapatkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَاِذَا عَظُمَت المِحْنَةُ كَانَ ذَلِكَ لِلْمُؤْمِنِ الصَّالِحِ سَبَبًا لِعُلُوِّ الدَرَجَةِ وَعَظِيْمِ الاَجْرِ
Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan ganjaran yang besar.

Dan ujian merupakan tanda cinta kasih Allah kepada hambaNya. Sebagaimana sabda Nabi.

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“ Sesungguhnya balasan terbesar dari ujian yang berat. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka (tidak suka pada cobaan tersebut, pen), maka baginya murka Allah.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah.

Janganlah kita mengira bahwa ujian hanya berupa musibah seperti bencana, sakit, miskin, bangkrut, kecelakaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi yang namanya jabatan, kekayaan, kesenangan, kekuasaan juga merupakan ujian. Bahkan ujian tipe kedua ini seringkali lebih berat. Tidak sedikit yang bisa menghadapi ujian tipe kedua ini. Banyak orang yang diuji Allah dengan kemiskinan ia mampu menghadapinya. Ia mampu bersabar bahkan mampu menambah ibadahnya kepada Allah. Namun, begitu diberi kekayaan ia lupa dengan ibadah-ibadahnya. Ia sibuk dengan hal-hal yang bersifat dunia sehingga melupakan ibadahnya yang merupakan amal akherat.

Lantas apa bekal yang harus kita miliki untuk menghadapi ujian dari Allah? Baik berbentuk ujian kesusahan maupun ujian kenikmatan? Yang harus kita miliki adalah sabar dan taqwa.

وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ١٨٦

Artinya: “Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”  (QS. Ali-Imron:186)

Bersabar dan bertaqwa itulah kunci menghadapi ujian. Bentuk kesabaran saat menghadapi ujian kesusahan adalah dengan mengedepankan sikap ridha pada Allah atas taqdirNya, mengambil hikmah dari ujian tersebut serta berikhtiar supaya dikeluarkan dari kesulitan-kesulitan yasng dihadapinya. Sedang bentuk kesabaran terhadap ujian yang berupa kenikmatan berupa kekayaan, jabatan, kesenangan adalah dengan bersyukur dan berhati-hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang berlebihan, hal yang diharamkan, serta menyadari bahwa apa yang kita lakukan ada dalam pengawasan Allah SWT.

Mereka yang sabar akan menerima ganjaran pahala yang tidak terbatas dan memudahkannya untuk menjadi ahli syurga. Firman Allah S.W.T:

إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ ١٠

Artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Az-Zumar:10)

Semoga Allah memberi taufik dan kekuatan kepada kita dalam menghadapi setiap ujian.
بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم




Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!