Kamis, 14 Agustus 2014

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..


Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan menjalankan semua perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah Swt atas segala nikmat-nikmat yang telah diberikan kepada kita semua. Termasuk nikmat kemerdekaan. 

Kemerdekaan adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepada Negara kita. Karena dengan adanya kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara segar sampai saat ini. Andaikan belum merdeka, entah apakah kita masih hidup atau sudah mati terkena lemparan granat atau tembakan para penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa beribadah dengan tenang dengan khusyuk tanpa rasa khawatir akan adanya bombardier pesawat penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama dengan keluarga, dengan istri ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang luar biasa yang diberikan Allah kepada Negara kita. Bukan pemberian Belanda atau pun Jepang. 


Hadirin jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Kemerdekaan Indonesia telah berumur 69 tahun, tentu ini bukan umur yang muda. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan yang diraih dari penjajahan Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh Jepang dahulu, kini hanyalah dikenang, bukan disyukuri oleh mayoritas anak bangsa.
Terbukti hari ini kita lihat, banyak masyarakat, khususnya kaum muda yang memaknai kemerdekaan hanya sebatas penciptaan suasana ramai, meriah, dan gebyar dengan hura-hura dan foya-foya. Sebaliknya, semangat juang yang terkandung di dalamnya nyaris terlupakan. 

Hari kemerdekaan Indonesia ke-69 menarik untuk kita renungkan. Sebuah kemerdekaan tidak mungkin diraih tanpa adanya kemenangan, kemenangan mustahil didapat tanpa adanya perjuangan, perjuangan tidak akan berarti tanpa adanya kebersamaan dan persaudaraan, persaudaraan tidak mungkin tercapai tanpa ketulusan, dan ketulusan tidak berfaedah tanpa didasari ilmu. Allah berfirman,


وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٦٩

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-‘Ankabūt: 69)

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai luhur ilmu, ketulusan, kebersamaan, persaudaraan, perjuangan, kemenangan, dan kemerdekaan. Kemerdekaan dalam Islam adalah kemerdekaan sejati manusia, kemerdekaan yang membebaskan, yaitu membebaskan penghambaan manusia kepada manusia, nafsu, dan cinta dunia kepada penghambaan manusia kepada Allah ta’ala. Oleh karena itu, kemerdekaan sejati hanya akan didapatkan apabila kita bisa mengimani, mengilmui, mengamalkan, mendakwahkan, dan sabar dalam memperjuangkan Islam. Allah berfirman,
وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
“Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan kebaikan, dan saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (Qs. Al-‘Ashr: 1-3)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia yang begitu susah payah diraih, ternyata hanyalah romantisme sejarah semata. Karena hari ini kita lihat dan rasakan, 69 tahun hanyalah peralihan dari satu penjajahan kepada berbagai penjajahan lainnya. Betapa tidak, dahulu para pahlawan kita hanyalah menghadapai penjajahan militer. Tetapi sekarang, bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan ekonomi, budaya, moral, sampai pemikiran. Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar bahayanya daripada penjajahan militer, karena bahaya yang ditimbulkan jauh lebih komplek dan berdaya rusak tinggi. Bukan fisik yang dirusak, tetapi pola pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri (perang pemikiran).

Dalam masalah ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan ketergantungan kepada hutang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan ketimuran bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat. Dalam bidang moral, mulai anak TK sampai mahasiswa, masyarakat sampai pejabat, tidak jarang kita saksikan pemandangan biasa dari tradisi tawuran korupsi, pornografi, pornoaksi, bahkan bangga menjadi lesbi, waria, dan wanita tuna susila. Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw,

اصبروا فإنه لا يأتي عليكم زمان إلا الذي بعده شر منه حتى تلقوا ربكم

“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah zaman, kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian menemui Tuhan kalian.” (HR.Bukhari).

Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan warna keshalehan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia, yang hanya menghambakan kepada Allah ta’ala? Itulah sejatinya tugas manusia sebagai khalifah di bumi, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya dengan aturan Allah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba Allah yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari semangat kemerdekaan hakiki. Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan mengenang kemerdekaan. Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka atau penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal rahasia yang bisa mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Mengenang adalah terlena dengan romantisme sejarah, sedang bersyukur merupakan gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.

لئن شكرتم لأزيدنكم

“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.” (Qs. Al-Hijr: 7)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..
Lalu bagaimana kita mengisi kemerdekaan yang telah diberikan Allah kepada kita semua?
Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:

ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ ٤١
”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan ini:

Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlakul karimah.
Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan keta’atan kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45.
Shalat juga menjadi barometer sukses tidaknya seseorang di akhirat kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari setiap manusia nanti adalah amaliyah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis semua amalan yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya buruk, maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Shalat juga suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan pada umatnya agar jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar: Ash Shalah… Ash Shalah.
Ayat ini juga menggunakan redaksi jama’ ”aqamush shalah” yang artinya banyak, yaitu dilaksanakan dengan berjama’ah di masjid. Makanya ketika Rasulullah saw ditanya oleh salah satu sahabatnya, amalan apa yang paling dicintai Allah swt? Rasulullah saw menjawab: ”Ash Shaltu ’ala waqtiha, shalat tepat waktu”. HR. Bukhari.
Shalat tepat waktu berjama’ah di masjid juga menjadi cermin syi’ar dan kekuatan umat Islam.
Dengan pelaksanaan shalat yang berkualitas seperti ini, maka moral manusia akan terbentuk dengan baik.

Kedua, Iitauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.
Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah ruhani dan akhirat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat.
Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga sebagai simbol kepedulian seseorang kepada sesama.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum.
Kecenderungan kekuasaan adalah mendorong pelakunya untuk menyimpang dan menyalah gunakan jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, fir’aun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari masyarakatnya.
Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapapun yang bisa memberikan nasehat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.
Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang sama dimata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah swt semata.
Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah swt. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia. Dan Allah swt pasti menepati janji-Nya, yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak-Nya. Allah swt berfirman:
”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” QS. Ali Imran : 159.

Disini, manusia tidak perlu menyombongkan diri karena kecerdasan, kecanggihan perlengkapan atau bahkan banyaknya pendukung. Merasa semua bisa diatur, tanpa menyertakan Allah swt.
Manusia tidaklah apa-apa tanpa lindungan Allah swt. Buktinya, sampai sekarang kasus Lapindo belum terselesaikan, bola beton itu pun tidak bisa menyumbat keluarnya lumpur yang kian deras. Gempa bumi, banjir, longsor dan lain sebagainya yang bersal dari kehendak Allah swt, manusia tidak bisa menghindarinya.
Sungguh, manusia kecil tiada berarti jika dibandingkan dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu segala persoalan sudah seharusnya disandarkan pada Allah swt.

69 tahun Indonesia merdeka tidaklah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan tidak sekedar perayaan serimonial saja, tidak sekedar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekedar aneka lomba yang tidak mendidik.

Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Karena kita telah keluar dari penjajah satu, kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” 
.
Hadirin Jamaah Jum’ah yang berbahagia
Kiranya cukup sekian yang bisa kami sampaikan semoga kita diberi kekuatan oleh Allah untuk mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya.

بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم
وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم


 
 
Categories:

4 komentar:

  1. لئن شكرتم لأزيدنكم itu surah ibrahim : 7, mohon lebih hati-hati

    BalasHapus
  2. AL HAMDULILLAH... MOHON DI IJAZAHKAN UNTUK KAMI SEBAGAI BAHAN KHUTBAH YA...

    BalasHapus
  3. Khutbah keduanya nggk ada kah? Aneh?

    BalasHapus

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!