Kamis, 18 Agustus 2016

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia
Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Tak lupa kita bersyukur atas segala karunia rahmat dan nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita semua. Utamanya pada bulan ini kita memperingati kenikmatan yang besar yang diberikan Allah kepada kita, yaitu nikmat kemerdekaan,.
563166_2980505954288_1187730694_nKemerdekaan adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepada Negara kita. Karena dengan adanya kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara segar sampai saat ini. Andaikan belum merdeka, entah apakah kita masih hidup atau sudah mati terkena lemparan granat atau tembakan para penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa beribadah dengan tenang dengan khusyuk tanpa rasa khawatir akan adanya bombardier pesawat penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama dengan keluarga, dengan istri ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang luar biasa yang diberikan Allah kepada Negara kita. Bukan pemberian Belanda atau pun Jepang.

Ma’asyirol muslimin jamaah Jum’ah Rahimakumullah

Ada kisah, ada seorang raja Persia yang bernama Kisra Anu Syirwan melakukan observasi ke rumah-rumah para penduduk kerajaannya. Ketika ia tiba di satu rumah, di sana ia menemukan seorang kakek yang menanam pohon di halaman rumah tersebut. Sang raja tertawa dan bertanya, "Wahai kakek, kenapa kau menanam sebuah pohon yang akan berbuah 10-20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun ke depan, sedangkan kau mungkin tahun depan sudah mati dan kau tidak dapat menikmati buah-buahan dari pohon yang telah kau tanam?". Dengan penuh senyum dan optimisme sang kakek menjawab, "Wahai raja, laqad gharasa man qablanâ fa akalnâ orang-orang sebelum kita telah menanam pohon dan buah-buahan dari pohon tersebut kita nikmati sekarang wa naghrisu nahnu liya’kula man ba‘danâ, dan kita menanam kembali pohon yang buah-buahannya akan dinikmati oleh orang-orang setelah kita".

Dari cerita tadi kita dapat memetik sebuah pelajaran bahwa kemerdekaan ibarat sebuah pohon yang telah ditanam oleh para pahlawan bangsa ini kendati pun mereka tidak pernah menikmatinya melainkan kenikmatan tersebut kita rasakan sekarang.

Jika kita telah diberikan sebuah pohon, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita membiarkan pohon tersebut kering dan akhirnya mati atau kita akan merawatnya agar pohon tersebut tumbuh berkembang dan berbuah?

Tentu, kita akan merawat pohon tersebut. Bagaimana kita merawat pohon kemerdekaan ini agar bisa berkembang dan menghasilkan buah yang segar?

Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:

ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ ٤١

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan ini:

Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlakul karimah.
Suatu bangsa akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan keta’atan kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45.


Shalat juga menjadi barometer, ukuran, sukses tidaknya seseorang di akhirat kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari setiap manusia nanti adalah masalah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis semua amalan yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya buruk, maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Shalat juga suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan pada umatnya agar jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar: Ash Shalah… Ash Shalah.

Ayat ini juga menggunakan redaksi jama’ ”aqamush shalah” yang artinya banyak, yaitu dilaksanakan dengan berjama’ah di masjid. Shalat berjama’ah di masjid juga menjadi cermin syi’ar dan kekuatan umat Islam.
Dengan pelaksanaan shalat yang berkualitas seperti ini, maka moral manusia akan terbentuk dengan baik.

Kedua, Iitauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.
Agama Islam tidaklah hanya mengurusi masalah ruhani dan akhirat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat.
Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga sebagai simbol kepedulian seseorang kepada sesama.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum.
Kecenderungan kekuasaan adalah mendorong pelakunya untuk menyimpang dan menyalah gunakan jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, fir’aun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara.

Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi siapapun yang bisa memberikan nasehat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang sama dimata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.
Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah swt semata.

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah swt. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia. Dan Allah swt pasti menepati janji-Nya, yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak-Nya. Allah swt berfirman:

وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩

Artinya: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”  QS. Ali Imran : 159.

Disini, manusia tidak perlu menyombongkan diri karena kecerdasan, kecanggihan perlengkapan atau bahkan banyaknya pendukung. Merasa semua bisa diatur, tanpa menyertakan Allah swt.
Sungguh, manusia kecil tiada berarti jika dibandingkan dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu segala persoalan sudah seharusnya disandarkan pada Allah swt.

71 tahun Indonesia merdeka tidaklah waktu yang pendek, jika dilihat dari umur rata-rata manusia. Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan tidak sekedar perayaan serimonial saja, tidak sekedar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekedar aneka lomba yang tidak mendidik.

Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Kita harus selalu memupuk rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang berdaulat. Jangan memprovokasi warga untuk memecah-belah yang akhirnya akan timbul kekacauan. Karena kita telah keluar dari penjajah satu, kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Hadirin Jamaah Jum’ah yang berbahagia
Kiranya cukup sekian yang bisa kami sampaikan semoga kita diberi kekuatan oleh Allah untuk mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya.

بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم
وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحي
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!