Rabu, 19 November 2014

Hadirin Jamaah Jum’at yang dimulyakan Allah
Marilah pada siang hari ini kita senantiasa memanjatkan syukur dan menambahkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.

Hadirin Jamaah Jum’at yang dimulyakan Allah
Manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepada-Nya

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku

Kita beribadah bukan hanya masalah hubungan dengan Tuhan (hablumminallah) saja. Tetapi juga hubungan kita terhadap sesama manusia (hablumminannas). Ibadah kita terhadap Allah yaitu dengan cara mentaati segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Sedangkan wujud ibadah kita terhadap sesama adalah dengan berbuat baik (ihsan), saling berbagi (sedekah,zakat), saling tolong menolong dalam kebaikan (ta’awun ‘alal bir), memuliakan tamu (ikrom dzoif), dan lain sebagainya. Jika hidup kita ini dipenuhi dengan kegiatan ibadah, tentu saja Allah akan memberikan penghargaan (reward) atau pahala. Sebaliknya, jika hidup kita inkar kepada Allah dengan melakukan kemaksiatan maka akan mendapat hukuman (punishmen) atau siksa.

Ma’syirol muslimin rohimakumullah
Tentunya kita semua ingin mendapat pahala. Jika demikian, kita harus memperbanyak beribadah atau beramal shalih. Akan tetapi, walaupun sepertinya kita melakukan ibadah tetapi hal tersebut malah tidak diterima atau tidak dipandang oleh Allah sebagai amal ibadah.
Tentunya kita tidak ingin amal ibadah yang kita lakukan sia-sia atau tanpa hasil dan tidak ada pahalanya. Adapun perkara yang bisa menyebabkan ibadah kita diterima oleh Allah Swt sebagaimana yang disebutkan oleh Syeckh Abdul Qodir Jaelani dalam kitab Al-Ghunyah adalah:

1.        Taubat
Syarat utama diterimanya ibadah adalah bertaubat. Sebagaimana firman Allah:
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri
Taubat adalah kembali taat kepada Allah dan menyesal dengan bersungguh-sungguh terhadap dosa yang telah dilakukan serta memohon ampunan dari Allah. Hukum taubat adalah wajib. Baik itu dosa terhadap Allah maupun dosa terhadap sesama manusia. Jika dosa itu berkaitan dengan manusia, hendaklah ia meminta maaf.

2.    Ikhlas
Perkara yang menyebabkan diterimanya amal adalah ikhlas. Sebagaimana firman Allah:
 وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna ikhlas. Al-Hasan berkata : Aku bertanya kepada Khudzaifah tentang makna ikhlas dan ia menjawab, “Saya juga bertanya kepada Nabi tentang apakah itu ikhlas dan beliau menjawab, “Aku telah bertanya kepada Jibril tentang apakah itu ikhlas dan Jibril menjawab, “Saya telah bertanya kepada Allah tentang ikhlas dan Allah berfirman, “Ikhlas adalah salah satu rahasiaKu yang Aku titipkan kepada hati orang-orang yang Aku cintai.”

Sa’id bin Jubair berkata, ikhlas adalah seorang hamba memurnikan agama dan amalannya hanya untuk Allah, tidak menyekutukan Allah dan tidak memamerkan amalnya kepada seorangpun. Adapun tanda keikhlasan menurut Dzun Nun al-Mishri adalah pertama, orang yang bersangkutan memandang sama antara pujian dan celaan manusia. Kedua, melupakan amal yang ia lakukan. Ketiga, lupa atas haknya menerima pahala di akherat karena amal tersebut.

Menurut Imam Al-Ghazali ikhlas itu ada 3 tingkatan. Pertama, ikhlas awam. Yakni, ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksaan-Nya dan masih mengharapkan pahala dari-Nya. Kedua, ikhlas khawas, yaitu ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat dengan Allah dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan ‘sesuatu’ dari-Nya. Ketiga, ikhlas khawas al-khawas, yaitu ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dialah Tuhan Yang Maha Segala-galanya.

Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia
Sifat dan perbuatan hati yang ikhlas itu merupakan perisai moral yang dapat menjauhkan diri dari godaan setan. Menurut At-Thobari, hamba yang muhlis adalah orang-orang mukmin yang benar-benar tulus sepenuh hati dalam beribadah kepada Allah, sehingga hati yang murni dan benar-benar tulus itu menjadi tidak mempan dibujuk rayu dan diprovokasi setan.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziah mengatakan, “Amal tanpa keihklasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, selain menjadi kunci diterimanya amal ibadah, ikhlas juga membuat perbuatan kita bermakna dan tidak sia-sia. Perbuatan yang bermakna adalah perbuatan yang berangkat dari hati yang ikhlas.

Di ceritakan, ada seorang ahli ibadah yang mengunjungi suatu kaum, kaum itu mengadu kepadanya bahwa di tempat mereka itu ada pohon yang sering disembah penduduk, mereka tidak menyembah Allah. Ahli ibadah (abid) itu marah, lantas ia membawa kampak akan menebang pohon itu. Iblis (nenek moyang setan) dalam bentuk seorang syekh menyambutnya dan berkata, “Hendak kemana kamu, mudah mudahan Allah merahmati kamu.” Ahli ibadah itu menjawab, “Saya hendak menebang pohon ini.” Iblis berkata, “Apa urusanmu dengan pohon itu, kamu telah meninggalkan ibadahmu.” Ahli ibadah itu menjawab, “Sesungguhnya ini sebagian dari ibadahku.” Iblis berkata, “Aku tidak membiarkanmu menebangnya.”
Lantas iblis itu berkelahi dengan ahli ibadah itu. Ahli ibadah itu berhasil menangkap iblis itu dan membantingnya ke tanah dan didudukinya iblis itu. Iblis berkata, “Lepaskan aku agar aku dapat berbicara denganmu.” Ahli ibadah itu berdiri, lantas iblis berkata, “Sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajibanmu menebang pohon itu; menebang pohon itu adalah tugas nabi, bukan tugasmu kecuali bila nabi menyuruhmu.” Abid itu menjawab, “Aku akan menebangnya.

Kemudian abid berkelahi kembali dengan iblis itu dan ia berhasil membantingnya ke tanah dan menduduki dada iblis itu. Maka iblis berkata, “Apakah tidak ada keputusan yang lebih baik untuk menyelesaikan urusan kita?” Abid bertanya, “Apa itu?”
“Lepaskan dahulu aku” kata iblis itu “supaya aku dapat mengatakan sesuatu kepadamu.” Abid melepaskannya. Iblis itu berkata, “Kamu adalah orang miskin yang bergantung pada orang lain, maukah kamu melebihi orang-orang itu sehingga kamu dapat membantu tetanggamu, kamu kenyang dan tidak lagi memerlukan bantuan orang lain.” Abid menjawab, “Ya.” “Pulanglah..” kata iblis “aku akan menyelipkan di bawah bantalmu dua dinar setiap malam. Uang itu bisa membantu tetanggamu sehingga kamu lebih berguna bagi saudaramu, itu lebih baik dari pada kamu menebang pohon itu.” Abid kemudian berpikir dan ia berkesimpulan “Syekh itu benar, saya bukan seorang nabi, Allah tidak mewajibkan saya menebang pohon itu, nabi pun tidak, menerima uang lebih bermanfaat bagi orang banyak ketimbang menebang pohon itu.” Lantas Abid itu kembali ke tempat ibadahnya. Pagi pagi ada dua dinar dekat kepalanya, ia mengambilnya, begitu juga keesokan harinya. Pada pagi hari yang ketiga uang itu tidak ada.

Abid itu marah, ia mengambil kampaknya lagi hendak menebang pohon itu. la disambut iblis yang menyamar seorang syekh. Syekh (sebenarnya iblis) bertanya, “Kemana?” Kata abid “Saya akan menebang pohon itu.” Iblis berkata, “Kamu berdusta, kamu tidak akan mampu melakukannya.” Lalu abid itu memegang iblis tersebut hendak menangkapnya. Kata iblis, “kamu tidak akan sanggup.” Bahkan iblis yang sanggup membanting ahli ibadah itu dan menduduki dadanya sambil berkata, “Akan kamu teruskan menebang pohon itu atau aku akan menyembelihmu.

Iblis berkata, “Hai ahli ibadah, maukah kamu tahu mengapa kau kalah?” Kata iblis, “Sesungguhnya mula-mula kamu marah karena Allah, lalu aku kalah, kali ini kamu marah karena uang (dunia) lalu kamu saya kalahkan.

Dalam cerita di atas ikhlas itu ialah melakukan sesuatu karena Allah, bukan karena uang. Karena Allah artinya karena diperintah oleh Allah. Cerita ini membenarkan firman Allah Kecuali hamba-hambaKu yang ikhlas (Shaad:83). Maksudnya, hanya hambaKu yang ikhlas yang tidak akan kalah melawan setan.


3.    Tidak Riya’
Riya’ adalah sifat kebalikan dari ikhlas. Riya’ adalah melakukan amal kebajikan namun tidak untuk mencari keridhaan Allah, melainkan untuk mencari pujian atau kemasyhuran dari masyarakat. Selama roh masih bersemayam dalam tubuh tidak ada jaminan manusia aman dari perbuatan riya’. Riya’ dapat selalu menjangkiti siapapun. Tidak peduli itu orang yang berilmu atau tidak, orang kaya atau miskin, berpangkat tinggi atau rendah. Semua bisa terkena sifat riya’.

Allah Swt dengan tegas mengancam para pelaku amal kebaikan yang didasari atas sifat riya’. Allah memperingatkan agar kita berhati-hati terhadap godaan dan tipuan nafsu yang dapat menyebabkan kita terjebak dalam perbuatan riya’.

Allah berfirman:
فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥  ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦  وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ٧
Artinya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Maun:4-7)

Sifat riya’ bisa termasuk perbuatan syirik. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus Ra. Berkata : Aku mendatangi Nabi dan ku lihat diwajahnya terbersit sesuatu yang mengkhawatirkanku. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu resah?” beliau menjawab, “Aku khawatir sepeninggalku umatku berbuat syirik.” Aku bertanya lagi, “Apakah mungkin sepeninggalmu mereka akan berbuat syirik, wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Memang mereka tidak menyembah matahari, bulan, patung dan batu. Namun mereka riya’ dalam amal-amal mereka dan riya’ adalah perbuatan syirik”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ, فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ: الرِّيَاءُ.

“Sesuatu yang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah syirik kecil.”
Ketika ditanya tentang (syirik kecil) itu, beliau menjawab, “Riya.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrany dan Al-Baihaqy)
Oleh sebab itu, marilah kita menjauhi sifat riya’ ini dengan benar-benar memurnikan amal kita karena Allah supaya amal ibadah kita diterima Allah Swt.
Akhir kata, mumpung kita masih diberikan kenikmatan hidup, kita pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Yaitu, dengan beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.





Rabu, 05 November 2014


Pada siang hari ini, marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan selalu melaksanakan segala perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Dan hendaknya kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala kenikmatan yang telah diberikanNya kepada kita secara gratis. Walau terkadang ada kenikmatan yang diperoleh melalui usaha, perjuangan keras untuk mencapai kenikmatan tersebut. Salah satu diantara kenikmatan tersebut adalah kenikmatan kemerdekaan.

Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia,

Setiap kali kita memperingati Hari Pahlawan, setiap kali itu pula kita diingatkan dengan peristiwa yang sangat heroik yang terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pada saat itu tentara Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia dengan memanfaatkan kehadiran tentara sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan atas Kepulauan Nusantara ini dari pihak Jepang yang baru saja mengalami kekalahan dalam perang dunia ke II setelah Hirosima dan Nagasaki dihancurkan dengan bom atom oleh Amerika.

Rakyat Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya tiga bulan sebelumnya, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan sendirinya tidak dapat menerima kehadiran tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda tersebut. Dengan persenjataan yang serba sederhana tetapi dengan semangat yang tinggi untuk mempertahankan kemerdekaan para pejuang melancarkan perlawanan habis-habisan terhadap tentara sekutu yang menyerbu Surabaya dengan persenjataan yang jauh lebih modern, baik dari laut, udara maupun darat.


Fatwa para ulama Jawa Timur yang menyatakan bahwa perang untuk mengusir penjajah adalah jihad fi sabilillah mengobarkan semangat tempur para pejuang. Ribuan arek-arek Surabaya gugur dan menjadi syuhada’ dalam pertempuran itu. Namun pertempuran tersebut telah membuka mata dunia internasional bahwa bangsa Indonesia yang berdaulat masih ada dan putra putri Indonesia telah bertekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan.

Tanggal 10 Nopember ini, kita diingatkan akan sebuah hari yang bersejarah tersebut, yakni hari Pahlawan. Kepahlawanan dalam Islam, khususnya dalam konteks keindonesiaan merupakan sebuah tema yang menarik untuk dikaji, mengingat sebagian bangsa kita cenderung mereduksi (mengurangi) dan mempersempit makna pahlawan.

Pengertian Pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Atas rujukan tersebut, menjadi pahlawan adalah hal yang memungkinkan bagi setiap orang, tidak mengenal latar belakang sosial, siapapun dapat menjadi seorang pahlawan. Dalam konteks kenegaraan/kebangsaan, seorang pahlawan yang beriman kepada Allah swt yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini di dalam al-Qur’an adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah (fî sabîl-i ‘l-Lâh).


Seperti yang tercatat dalam QS al-Baqarah: 154:

وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ


"Dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang (terbunuh) di jalan Allah itu mati melainkan mereka hidup tetapi kita tidak merasakan".


Sesungguhnya para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yang kita tahu maupun yang tidak kita tahu, mereka hidup di sisi Allah dan hidup di hati kita.


Hadirin Jamaah Jum’ah yang dirahmati oleh Allah

Alkisah, seorang raja Persia yang bernama Kisrâ Anû Syirwân melakukan observasi ke rumah-rumah para penduduk kerajaannya. Ketika ia tiba di satu rumah, di sana ia menemukan seorang kakek yang menanam pohon di halaman rumah tersebut. Sang raja tertawa dan bertanya, "Wahai kakek, kenapa kau menanam sebuah pohon yang akan berbuah 10-20 tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun ke depan, sedangkan kau mungkin tahun depan sudah mati dan kau tidak dapat menikmati buah-buahan dari pohon yang telah kau tanam?". Dengan penuh senyum dan optimisme sang kakek menjawab, "Wahai raja, laqad gharas-a man qabla-nâ fa akal-nâ orang-orang sebelum kita telah menanam pohon dan buah-buahan dari pohon tersebut kita nikmati sekarang wa naghris-u nahn-u li-ya’kul-a man ba‘da-nâ, dan kita menanam kembali pohon yang buah-buahannya akan dinikmati oleh orang-orang setelah kita".


Dari cerita tadi kita dapat memetik sebuah pelajaran bahwa kemerdekaan ibarat sebuah pohon yang telah ditanam oleh para pahlawan bangsa ini kendati pun mereka tidak pernah menikmatinya melainkan kenikmatan tersebut kita rasakan sekarang.


Begitu juga kita bisa memberi manfaat kepada para generasi penerus kita dengan menanam sesuatu kebaikan pada saat ini. Atau dengan kata lain, kita mengisi kemerdekaan ini dengan berbuat baik untuk negara dan masyarakat. Bukan merusak ataupun merugikan negara dan masyarakat. Kita berbuat kebaikan semampu kita. Bila kita hanya mampu berbuat baik dengan menggunaka harta, berbuat baiklah dengan menggunakan harta. Bila kita hanya mampu berbuat baik dengan ilmu dan fikiran, berbuat baiklah dengan ilmu dan fikiran. Bila kita hanya mampu berbuat baik dengan menggunakan kekuatan tenaga kita, berbuat baiklah dengan menggunakan tenaga kita. Karena segala perbuatan baik akan mendapat kehidupan yang baik dan pahala di sisi Allah.


Allah Ta'ala berfirman :


"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."(QS An Nahl : 97).


Begitulah, janji Allah. Bila kita berbuat baik untuk negeri ini, Allah akan memberikan kehidupan kita kehidupan yang baik. Terjauh dari malapetaka, krisis segala lini, bencana, dan lain sebagainya. Seperti para pejuang kemerdekaan yang telah berbuat baik dengan mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan dan kita bisa menikmati hasilnya dengan baik. Yaitu, bebas dari penjajahan. Lantas, sekarang adalah tugas kita untuk berbuat baik, berkorban untuk negeri ini agar Allah menyediakan kehidupan yang baik pula untuk anak-anak cucu kita besok. Apabila kita bersikap sebaliknya. Mengisi kemerdekaan dengan perbuatan yang dilarang oleh Allah, maka kita hanya bisa berlindung dari segala murkaNya.


Hadirin Jamaah Jumat yang berbahagia.


Watak manusia adalah merasa tidak cukup dengan apa yang dimiliki. Kemudian menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Mereka mengisi kemerdekaan ini dengan saling sikut kiri-kanan padahal mereka adalah saudara sebangsa sendiri. Tujuannya hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan untuk memperkaya diri. Hal ini tentu tidak diajarkan oleh Rasulullah Saw.

Sebagaimana hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash Radiyallahu Anhu, Rasulullah Sallalah alaihi wasallam bersabda :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

"Sungguh beruntunglah orang masuk kedalam Islam, diberi rezki yang cukup, dan merasa cukup dengan apa yang Allah berikan".(HR. Muslim no. 1746. Ahmad no.6284).

Inilah kenapa dulu Bung Karno pernah mengatakan, "Perjuanganku lebih mudah karna mengusir penjajah,Tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karna melawan bangsamu sendiri."

Hadirin Jamaah Jum’ah yang berbahagia,

Kiranya cukup sekian khutbah jum’at pada siang hari ini. Semoga momentum peringatan hari pahlawan ini bisa menjadi bahan introspeksi kita sebagai warga negara dan umat beragama.

Karena Allah memerintahkan kita untuk belajar dari pengalaman masa lalu untuk menatap masa depan yang lebih cerah. Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyar ayat 18:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kamis, 23 Oktober 2014

Ing nagari kita sedaya katah pendakwah-pendakwah ingkang maringi siraman rohani dateng umatipun. Nanging, punapa kanti kathahipun pendakwah-pendakwah menika saget mbekta pengaruh majeng kagem umat? napa tambah dinten tambah minggah umat ingkang sae, napa tambah dinten tiyang kathah ingkang bidhal dateng panggenan ibadah? napa tambah dinten moral umat  tambah sae uga ningkat? 
Kita sedaya saget introspeksi awak kita sedaya, napa pandamel kita sedaya berubah, amal ibadah kita meningkat sak sampunipun kita sedaya mirengaken ceramah-ceramah, khutbah utawi pengaosan-pengaosan? Kita sedaya saget introspeksi awak kita piyambak

Kajawi punika, kita sedaya saget ningali lingkungan kita sedaya. Warta-warta ing televisi kala niki kathah paring pawarta babagan kemerosotan moral manungso. Awit saking korupsi, suap, konsumsi narkoba, tawuran remaja, ugi remaja ingkang sampun boten wirang numindakaken free sex utawi perzinahan, maling, ngrampok, pamejahan ugi taksih kathah malih warta babagan dekadensi moral ingkang kedadosan ing lingkungan kita sedaya.

Padahal, ingkang sampun kita sedaya mangertosi ing nagari kita sedaya katah pendakwah-pendakwah ingkang ngajak dhateng kesaenan. Saben dinten utaminipun ing wulan Ramadhan katah penceramah ingkang maringi siraman rohani utawi pitutur-pitutur ingkang sae. Allah berfirman wonten ing Surat Al- Asr: 

وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
artine : Demi masa. sayekti manusia kuwi bener-bener ono jero kerugian, kajaba wong-wong sing mangandel lan ngerjakne amal saleh lan celathon nyelathoni supaya noati kebeneran lan celathon nyelathoni ing kesabaran. 

Hadirin jamaah sholat Jum’ah ingkang minulyo

Menawi pitutur-pitutur sae sampun mboten dipun anggep, menapa ingkang kedadosan? Tentu kemawon ingkang kedadosan inggih punika kemerosotan moral.
Ing kesempatan niki, kula ngemutaken dhateng awak kula piyambak khususipun uga dhateng hadirin ing umumipun tansah dandosi utawi njagi moral kita sedaya. amargi, kita sedaya mboten nengga teguran saking Allah amargi kesupen lan nindakaken larangan-laranganipun Allah.
Allah dawuh: 

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١
Artine: “ Wes ketok karusakan neng darat lan segoro amarga panggawe tangan manungsa supaya Allah rumangsakne marang deekne kabeh saka (akibat) panggawe dekne kabeh. Ben dekne kabeh bali (menyang dalan sing bener).” (QS. Ar-Rum:41) 

Menawi kita sedaya cermati bilih karisakan alam  dipun akibataken sifat rakus manungsa ingkang mboten bijaksana anggenipun ngrumat soho manfaataken kekayaan alam. Kerakusan inggih punika kosok wangsulipun saking sifat qonaah. Sifat rakus ngrupikaken kemerosotan moral manungsa piyambak.
Jamaah Jum’at Rahimakumullah 

Kita sedaya mangertosi menawi kajawi dipun sukani nurani ingkang  njejegaken sifat-sifat ketuhanan (al-khuluq), wonten ing awak kita sedaya ugi enten hawa nafsu ingkang cenderung dateng materi. Saben kala kedadosan tarik-tarikan antawis kekalihipun. Menawi ingkang menang  nafsu, mila manungsa badhe mandhap derajat uga moralipun. Semanten ugi menawi nurani saged ngalahaken nafsu,tiyang kasebat bade dipun angkat derajatipun deneng Allah Swt.

Jam’ah Jum’ah rahimakumullah 

tembung moral asring identik (sami)  kaliyan budi pekerti, adab, etika, tatakrama lan lintunipun. Ing basa arab asring dipun sebat kaliyan tembung al-akhlaq utawi al-adab. Al-Akhlaq bentuk jamakipun “al-khuluq”, artosipun budi pekerti utawi moralitas. Tembung ingkang dipun sebat namung kaping kalih wonten ing al-Quran setunggal wonten ing surat al-Syuara 137 

إِنْ هَذَا إِلَّا خُلُقُ الْأَوَّلِينَ
sing artine: “(agama iki) iki ora liya mung adat kebiyasan wong dhisik.” 
Uga ingkang kaping kalih lebet surat al-Qalam 4; 

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
ingkang artosipun: “saktemene siro (Muhammad) ana pakerti sing agung.” 
Wonten ing agami Islam, Kristen, Hindu sarto Budha, moral yaiku pondasi ingkang kedah kiyat uga tetep wetah. Gesang tanpo moral kados badan tanpo sirah. Boten badhe kanaman badan ingkang sampurna menawi sirah punika boten enten. Mila mekaten, gesang tanpo entenipun moral boten badhe sampurna. Rasulullah Saw piyambak dipun utus dening Allah supados nyampurnakaken moral ingkang mulia (makarimal akhlaq). 

Jamaah Jum’ah Rahimakumullah 

Kemerosotan moral niki saget menimpa sinten kamawon. Boten praduli piyambakipun gadah kedudukan utawi jabatan ingkang inggil. mboten praduli piyambakipun gadah rupo elok utawi awon. Boten praduli piyambakipun kaum berduit utawi kaum papa, pinter menapa tiyangipun ngantos bergelar kesarjanaan inggil, piyambakipun saget terjerat dening hawa nafsu. Amargi Allah sampun ngunci manah uga pamirenganipun amargi piyambakipun menangaken hawa nafsunipun.
Allah dawuh:
 أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٢٣
artine: “Mula opo kowe nate ndeleng wong sing dadekne hawa nafsune dadi pangerane lan Allah nyasarake dheweke ingatase elmu-Ne lan Allah wis ngunci mati pangrungon lan atine lan pandelokane ditutup? mula sapa sing arep menehi pituduh sawise Allah (dheweke sesat). mula geneya kowe ora njupuk piwulang?” (QS. Al-Jaathiya : 23)

Lajeng kados pundi upoyo kito sedoyo jagi moral saking godaan hawa nafsu wonten ing zaman modern meniko? Salah satunggalipun sebab moral merosot inggih punika lunturipun keimanan utawi kapitadosan dateng Allah, dinten akhir ugi piwales syurga-neroko. Milo saking meniko salah satunggalipun cara jagi moral kito sedoyo kanti tansah ngatah-ngatahaken eling dateng Allah utawi dzikrullah.

Ma’asyirol muslimin jamaah Jum’ah ingkang berbahagia 

Dzikir yaiku samukawis ingkang enteng amargi arupi ucapan, nanging ageng sanget ginanipun kunjuk kita sedaya.  Nanging kita sedaya katah ingkang kesupen dzikir, amargi kesibukan kita sedaya saben dinten.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah nate wicanten, Dzikir kunjuk manah ibarat toya kunjuk ulam. menapa dadosipun menawi ulam dipun medalaken saking toya? 
Ngendikanipun Ibnu Taimiyyah kesebat patut kita sedaya renungaken. Napa pancen manah kita sedaya sampun dipun isi nutrisi ingkang sae utawi dereng? Amargi, nutrisi ingkang nami dzikir niki sanget wigati kunjuk manah. Manah ingkang mboten nate dzikir ngeling Allah, mila saget dadosaken manah ingkang pejah. Uga menawi manah sampun pejah, mila hawa nafsu ingkang badhe salajeng ginem. 
Wodening ginanipun dzikir antawisipun inggih punika: 

Setunggal, dzikir yaiku daharan pokok  kunjuk manah ugi roh. Menawi tiyang kecalan dzikir punika, mila piyambakipun wonten awak ingkang boten nate dahar.
Abu Musa al-Asyari ngeriwayataken menawi Rasulullah dawuh, “Umpamane wong sing dzzikir marang Allah karo wong sing ra tau dzikir iku koyo wong sing urip lan wong sing mati.” (HR. Bukhori)
kaping kalih, dzikir saged ngicalaken kesedhihan uga kegelisahan lebet manah. kaliyan dzikir mila manah dados tentrem uga tenang. Kados syi’ir jawi, “ tombo ati iku limo ing wernane. Kaping pisan moco qur’an sak maknane. Kaping pindo sholat wengi lakonono, kaping telu wong kang sholih kumpulono, kaping papat weteng kudu ingkang luwe. Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe.”
Salah satunggal jampi manah yaiku dzikir ingkang dangu ing dalu dinten. Rikala tiyang sami tilem, kita sedaya wungu sholat uga dzikir. 
Allah dawuh: 

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨
(yaiku) wong-wong sing mangandel lan ati dekne kabeh dadi tentram karo ngeling Allah. Elinga, mung karo ngeling Allah-lah ati dadi tentram. (QS. Ar-Rad28 )

ketelu, dzikir ndamel hamba dipun eling dening Allah nalika tiyang dzikir, eling marang Allah, mila Allah bakal eling marang hambanipun. Yektos kabejan tiyang ingkang dipun eling marang Allah.
فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ ١٥٢
Amarga kuwi, elinga kowe marang Aku, mongko Aku eling (uga) marang awakmu lan podo syukuro marang Aku lan ojo ngufuri nikmat-Ku” (QS.Al-Baqoroh152)

kaping sekawan, tiyang ingkang tansah dzikir utawi eling Allah dipun tebihaken saking maksiat. Nalika piyambakipun eling Allah uga nyumerepi bilih Allah mirsani menapa ingkang dipun lampahi. Mangka piyambakipun isin uga ajrih numindakaken maksiat.
Cobi kita sedaya tingali, mesti mboten wonten tiyang ingkang sakderenge mendem, judi, mlebet teng lokalisasi maos “bismillahirrohmanirrohim”. Berarti dzikir meniko nebihaken saking maksiat.

 Ma’asyirol muslimin rahimakumullah 

Kados ingkang sampun kula sebataken ing inggil bilih kemerosotan moral keranten menungso sampun ngicalaken kawontenan Pangeran (eksistensi Tuhan) wonten ing manahipun. Mila saking punika, kados ingkang dipun sebataken dening Prof. Jaques Barzun bilih kita sedaya kedah mangsulaken Pangeran dhateng kelenggahanipun ingkang sayektos. (restore god to the fullness of his reality).
Salah satunggal cara ndhatengaken Pangeran (Gusti Allah) yaiku kaliyan ngeling utawi dzikir marang Allah. Dzikir saget kita sedaya tumindakaken wonten pundi kemawon. Ing panggenan nyambut damel, ing panggen ibadah, lan sanes-sanesipun. Mbok menawi amargi kesibukan kita sedaya uga keluarga, dadosipun kita kesupen utawi boten kober dzikir, saenipun dzikir meniko kita programaken. Kados, wonten ing keluarga gadahi program sholat maghrib kanti jamaah ing griya kaliyan keluarga lajeng dipun isi dzikir sareng. Wonten ing sekolahan-sekolahan ugi saget dipun programaken sewulan pisan dzikir sareng. Senahoso biasanipun dzikir sareng wonten ing sekolahan menawi nyeraki ujian nasional. Tentu kemawon dzikir sareng niki boten namung gadah tujuan kersane dipun paringi kelancaran wonten ing ujian utawi sinau. Nanging ugi saget njagi pandamel siswa saking kemerosotan moral.
 
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah 

Cekap semanten ingkang saget kula aturaken. mugi-mugi kita sedaya tansah pinaringan pitulung dening Allah Swt saking pengaruh hawa nafsu ingkang saget nyesataken kita sedaya.

Selasa, 21 Oktober 2014

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah

Pada bulan Oktober ini, setiap tahun di Negara kita diperingati hari peringatan Sumpah Pemuda, yaitu tanggal 28 Oktober. Hari yang sangat bersejarah bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Karena pada masa itu bangsa Indonesia berada dalam belenggu penjajah dan kemudian para pemuda berinisiatif untuk bangkit dan bersatu mengusir penjajah. Akhirnya sepakat dan terjadilah Sumpah Pemuda.

Pada kesempatan kali ini saya hendak menengok kembali sejarah. Karena, sebagaimana kata Bung Karno “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Jika kita melihat kembali sejarah perjuangan bangsa ini, tokoh ataupun pejuang-pejuang yang membela tanah air adalah para pemuda. Apabila kita mendatangi Taman Makam Pahlawan disitu tertulis daftar pahlawan yang gugur mayoritas adalah pemuda.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Belajar dari Sumpah Pemuda, ada catatan sejarah yang sangat berharga di dalamnya. Butir-butir dalam Sumpah Pemuda itu tidak hanya semata-mata disusun untuk menjadi hasil yang membantu kaum muda menjawab kebutuhan kemerdekaan dari penjajahan saat itu. Melainkan lebih dari itu, Sumpah Pemuda telah menjadi spirit yang terus terpatri dalam hati sanubari para pemuda itu. Suatu spirit yang dibangun atas dasar kesamaan nasib dan cita-cita. Yang kemudian dibungkus dengan komitmen untuk senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa, satu tanah air yang pertama-tama ditandai dengan disepakatinya bahasa universal antar bangsa, bahasa Indonesia.

Semangat Sumpah Pemuda mencapai klimaksnya pada 17 Agustus 1945 ketika Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, Indonesia yang terdiri atas berbagai etnis, agama, dan golongan menjadi bangsa yang merdeka dan bersatu.

Lalu bagaimana dengan keadaan zaman sekarang? Kita bisa melihat sendiri disekitar kita. Mereka yang tawuran, terlibat pencurian, pecandu narkoba, sampai koruptor adalah para pemuda. Walau pun masih banyak pemuda yang mengisi kemerdekaan ini dengan mengukir prestasi. Melalui belajar sungguh-sungguh dan berprestasi melalui olahraga, pendidikan dan lain sebagainya. Mereka yang mengharumkan nama bangsa dikancah internasional juga pemuda.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan seorang manusia. Itu merupakan nikmat besar dari Allah Ta`ala yang seharusnya di­manfaat­kan dengan sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih ridha-Nya.

Masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan untuk memperturutkan hawa nafsu. Seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwa, yang tak jarang menyebabkan hidup­nya terguncang.

Dalam kondisi seperti itu, peluang terjerumus kedalam keburukan dan kesesatan yang dibisikkan setan sangatlah besar. Apalagi Iblis yang telah bersumpah di hadapan Allah SWT bahwa dia akan menyesatkan manusia dari jalan-Nya dengan menempuh segala cara,

“Iblis berkata: ‘Karena Engkau telah menghukumku ter­­sesat, aku benar-benar akan (menghalangi-halangi) ma­nusia dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS al-A`raf: 16-17)

Agama Islam memberi perhatian sangat besar ter­hadap upaya perbaikan mental para pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah pemeran utama di masa yang akan datang. Merekalah fondasi yang menopang masa depan umat ini. 

Karena itu, banyak ayat al-Qur’an dan hadis yang mendorong kita agar membina dan mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini akan memiliki masa depan yang cerah. Generasi tua akan digantikan dengan generasi muda yang shaleh.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan  kecuali naungan-Nya: …dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia

Dalam Al-Qur’an, pemuda disebut dengan fatan. Misalnya sebutan fatan untuk Nabi Ibrahim muda, yang ketika itu sedang dicari oleh Raja Namrud karena dituduh menghancurkan patung-patung berhala. Fatan yuqaalu lahu Ibrahim. Juga sebutan fityatun untuk para pemuda Ashabul Kahfi. Innahum fityatun amanuu birabbihim wa zidnaahum hudaa.

Sedangkan dalam Hadits, pemuda disebut sebagai syaab. Misalnya dalam hadits “Lima Perkara Sebelum Lima Perkara Lainnya”: syabaabaka qabla haramika (masa mudamu sebelum masa tuamu). Juga dalam hadits “Tujuh Golongan Yang Mendapat Naungan Allah”: syaab nasya-a fii ‘ibadatillah (seorang pemuda yang tumbuh besar dalam ibadah dan taat kepada Allah).

Dari sisi usia, pemuda terbagi ke dalam dua fase yaitu fase puber/remaja berusia antara 10 sampai 21 tahun, dan fase dewasa awal berusia antara 21 sampai 35 tahun. Sebagian berpendapat bahwa siapapun yang berusia dibawah 40 tahun semenjak ia menjadi baligh bisa disebut sebagai pemuda. Barangkali patokannya adalah usia kerasulan Muhammad saw, yaitu 40 tahun.

Mengapa pemuda? Alasan pertama, karena pemuda adalah generasi penerus, yaitu generasi yang meneruskan generasi sebelumnya yang baik. Allah SWT berfirman,
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka.” (QS. Ath-Thur : 21)

Alasan kedua, karena pemuda adalah generasi pengganti, yakni menjadi pengganti generasi sebelumnya yang buruk dan tidak taat kepada Allah. Allah SWT berfirman,
 “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintainya.” (QS. Al-Maidah : 54)

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kini kita kenang selalu, adalah bukti kongkrit pentingnya masa muda sebagai titik tolak idealisme menuju pembaharuan hidup yang lebih baik. Baik secara individu, sosial, politik dan negara. Karena itu, setiap kita berbicara perbaikan sebuah negara, mulailah pertama kali dari perbaikan genarasi mudanya. Jangan bermimpi memperbaiki negara, bila pemudanya hancur secara spiritual, hidup dalam gelimang dosa dan kebobrokan moral. Generasi muda hari ini adalah cerminan masa depan sebuah negara. Oleh karena itu, sudah saatnya kini generasi muda dijaga. Jangan biarkan mereka berjalan tanpa tuntunan. Tugas generasi tua adalah memberikan bimbingan, bukan melemparkan mereka ke lubang kehancuran. Bukan orang tua yang baik, bila membiarkan anak-anak mudanya rusak iman dan idealismenya.

Ingat, bahwa hanya dengan iman kokoh anak-anak muda akan menjadi sukses. Sukses secara keduniaan, lebih dari itu sukses secara akhirat. Maka sungguh sangat mengerikan bila kurikulum pendidikan hanya fokus kepada masalah-masalah keduniaan. Di sana-sini kita masih menyaksikan banyak sekolah yang hanya bisa mengantarkan anak-anak didiknya kepada keberhasilan secara dunawi, namun secara akhlak dan agama mereka gagal. Akibatnya banyak anak muda yang terbiasa berbuat maksiat dengan tanpa merasa malu di depan siapapun. Na’udzubillah..

Untuk mewujudkan pemuda yang berkualitas, maka paling tidak ada tiga institusi yang mempunyai pengaruh sangat efektif, yaitu:
a.       Keluarga : dalam pengertian sempit mencakup kedua orangtua, saudara dan kerabat. Dalam pengertian luas mencakup teman, tetangga, masyarakat secara keseluruhan.
b.      Masjid : memberi pengaruh yang baik bagi jiwa pemuda.
c.       Sekolah meliputi unsur-unsur yang ada didalamnya seperti buku, peralatan, metode, dan hal-hal yang mempengatuhi.

Para pemuda sangat dituntut untuk mempersiapkan dirinya guna menyongsong masa depan agama, bangsa dan negara yang cerah.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Akhir kata, marilah kita mempersiapkan generasi muda untuk membangun kehidupan masyarakat bernegara yang bermoral dan berakhlak baik.



Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!